Inilah Indonesia negara yang berazaskan "BHINEKA TUNGGAL IKA" walau
berbeda beda kita tetap satu..ini juga cerminan klo negara ini negara
yang penuh toleransi agamanya paling tinngi di dunia, negara ini yang
selalu dikaitkan oleh orang orang dan negara tertentu yang membentuk
opini klo indonesia negara yang kurang menjunjung tinggi toleransi
beragama. negara yang di posisikan oleh negara lain di luar sana klo
negara ini negara teroris yang amat kejam, seandainya orang lain tinggal
di negara ini cukup lama baru mereka tahu klo negara ini adalah negara
paling menjunjung azas toleransi beragama yang tinggi.
Karena banyaknya aliran agama islam di negara ini terkadang orang
diluar islam tidak bisa membedakan yang mana orang orang yang berbuat
ulah. mereka selalu memvonis klo itu ulah semua umat islam..dan
terkadang dibuat kesan klo islam itu serem tukang bunuh pemeluk agama
lain.
Harusnya kembali kita menengok sejarah perkembangan agama islam di
negara ini, datangnya agam islam di negara in i dengan damai tanpa ada
pertumpahan darah. yang mestinya di ingat buat kita, jangan campur
adukan agama dan politik disaat kita berpikir karena semua akan samar
yang akhirnya melahirkan praduga praduga yang salah.
Kita ambil contoh klo negara ini negara yang rukun.
Pada
tahun 1953 beberapa ulama mencetuskan ide untuk mendirikan masjid megah
yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota dan juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Mereka adalah KH. Wahid Hasyim,
Menteri Agama RI pertama, yang melontarkan ide pembangunan masjid itu
bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan
beserta sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman.
Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikan yayasan Masjid Istiqlal yang
diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid
nasional tersebut. Gedung Deca Park di Lapangan Merdeka (kini Jalan
Medan Merdeka Utara di Taman Museum Nasional), menjadi saksi bisu atas
dibentuknya Yayasan Masjid Istiqlal. Nama Istiqlal diambil dari bahasa
Arab yang berarti Merdeka sebagai simbol dari rasa syukur bangsa
Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SAW. Presiden
pertama RI Soekarno menyambut baik ide tersebut dan mendukung berdirinya
yayasan masjid Istiqlal dan kemudian membentuk Panitia Pembangunan
Masjid Istiqlal (PPMI).
Penentuan Lokasi Masjid Istiqlal
Penentuan
lokasi masjid sempat menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan Bung
Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Bung Karno
mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik
dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den
Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan
Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran. Sementara Bung Hatta
mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah
umatnya, yaitu di Jalan Thamrin yang pada saat itu disekitarnya banyak
dikelilingi kampung, selain itu ia juga menganggap pembongkaran benteng
Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit. Namun akhirnya
Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di lahan bekas benteng
Belanda, karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan
tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan
beragama di Indonesia.
Sayembara Desain Masjid Istiqlal
Setahun
sebelumnya, Ir. Soekarno menyanggupi untuk membantu pembangunan masjid,
bahkan memimpin sendiri penjurian sayembara desain maket masjid.
Setelah melalui beberapa kali sidang, di Istana Negara dan Istana Bogor,
dewan juri yang terdiri dari Prof. Ir. Rooseno, Ir. H. Djuanda, Prof.
Ir. Suwardi, Hamka, H. Abubakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Pada
tahun 1955 Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal mengadakan sayembara
rancangan gambar atau arsitektur masjid Istiqlal yang jurinya diketuai
oleh Presiden Soekarno dengan hadiah berupa uang sebesar Rp. 75.000;
serta emas murni seberat 75 gram. Sebanyak 27 peserta mengikuti
sayembara, namun dari seluruh peserta hanya 5 peserta yang memenuhi
syarat:
1. F. Silaban dengan rancangannya “Ketuhanan”
2. R. Oetoyo dengan rancangannya “Istighfar”
3. Hans Groenewegen dengan rancangannya “Salam”
4. Mahasiswa ITB (5 orang) rancangannya “Ilham 5”
5. Mahasiswa ITB (3 orang) rancangannya “Chatulistiwa”
Setelah
proses penjurian yang panjang dengan mempelajari rancangan arsitektur
beserta makna yang terkandung didalamnya berdasarkan gagasan para
peserta maka akhirnya pada 5 Juli 1955 atas perintah Presiden Soekarno
memutuskan desain rancangan dengan judul “Ketuhanan” karya Frederich
Silaban dipilih sebagai pemenang sebagai model dari Masjid Istiqlal.
Arsitek Masjid Istiqlal Beragama Kristen
Frederich Silaban adalah seorang arsitek beragama Kristen
kelahiran Bonandolok Sumatera, 16 Desember 1912, anak dari pasangan
suami istri Jonas Silaban Nariaboru. Ia adalah salah satu lulusan
terbaik dari Academie van Bouwkunst Amsterdam tahun 1950. selain membuat
desain masjid Istiqlal ia juga merancang kompleks Gelanggang Olahraga
Senayan.
Untuk menyempurnakan rancangan masjid Istiqlal F.
Silaban mempelajari tata cara dan aturan orang muslim melaksanakan
shalat dan berdoa selama kurang lebih 3 bulan dan selain itu ia juga
mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di dunia.
Awal Pembangunan Masjid Istiqlal
Pada
sekitar tahun 1950 hingga akhir tahun 1960-an Taman Wilhelmina di depan
Lapangan Banteng dikenal sepi, gelap, kotor dan tak terurus.
Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik di taman dipenuhi
lumut dan rumput ilalang dimana-mana. Kemudian tahun 1960, di tempat
yang sama, ribuan orang yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat
biasa, pegawai negeri, swasta, alim ulama dan ABRI bekerja bakti
membersihkan taman tak terurus di bekas benteng penjajah itu.
Setahun
kemudian, tepatnya 24 Agustus 1961, masih dalam bulan yang sama
perayaan kemerdekaan RI, menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi
umat muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia umumnya. Untuk pertama
kalinya, di bekas taman itu, kota Jakarta memiliki sebuah masjid besar.
Sebuah masjid yang dimaksudkan sebagai simbol kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia. Padanan katanya dalam bahasa Arab berarti merdeka dan
disepakati diberi nama Istiqlal sehingga jadilah, Masjid Istiqlal
namanya.
Tanggal yang bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW itu, dipilih sebagai momen pemancangan tiang pertama oleh
Presiden pertama RI, Ir. Soekarno yang ketika itu langsung bertindak
sebagai Kepala Bidang Teknik.
Proses Panjang Pembangunan Masjid Istiqlal
Seiring
dengan iklim politik dalam negeri yang cukup memanas, proyek ambisius
itu tersendat-sendat pembangunannya, karena berbarengan dengan
pembangunan monumen lain seperti Gelora Senayan, Monumen Nasional, dan
berbagai proyek mercu suar lainnya. Hingga pertengahan tahun ‘60-an
proyek Masjid Istiqlal terganggu penyelesaiannya. Puncaknya ketika
meletus peristiwa G 30 S/PKI tahun ‘65-’66, pembangunan Masjid Istiqlal
bahkan terhenti sama sekali.
Barulah ketika Himpunan Seniman
Budayawan Islam memperingati miladnya yang ke-20, sejumlah tokoh, ulama
dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan pembangunan Masjid
Istiqlal. Dipelopori oleh Menteri Agama KH. M. Dahlan upaya penggalangan
dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Presiden Soekarno,
yang pamornya di mata masyarakat mulai luntur, kedudukannya dalam
kepengurusan diganti oleh KH. Idham Chalied yang bertindak sebagai
koordinator panitia nasional Masjid Istiqlal yang baru. Lewat
kepengurusan yang baru, masjid dengan arsitektur bergaya modern itu
selesai juga pembangunannya.
Semula pembangunan masjid
direncanakn akan memakan waktu selama 45 tahun namun dalam
pelaksanaannya ternyata jauh lebih cepat. Bangunan utama dapat selesai
dalam waktu 6 tahun tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1967 sudah dapat
digunakan yang ditandai dengan berkumandangnya adzan Maghrib yang
pertama.
Secara keseluruhan pembangunan masjid Istiqlal
diselesaikan dalam kurun waktu 17 tahun. Peresmiannya dilakukan oleh
presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978. Kurun waktu
pembangunannya telah melewati dua periode masa kepemimpinan yaitu Orde
Lama dan Orde Baru. Pendanaan pembangunan masjid ini pada masa Orde Lama
direalisasikan melalui proyek Mandataris sementara pada masa Orde Baru
menjadi bagian dari Proyek RePelita (Rencana Pembagunan Lima Tahun).
Kini masjid Istiqlal berdiri megah di Ibukota Jakarta dan menjadi
kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar