Senin, 08 November 2010

"Senjata Biologi Pemusnah Massal"

Di dunia internasional, senjata pemusnah massal dikenal sebagai Weapon Mass Destruction (WMD). Senjata pemusnah massal adalah senjata yang mempunyai kemampuan membunuh dan membawa kerugian yang sangat besar bagi sejumlah besar manusia dan/atau menyebabkan kerusakan besar kepada infrastruktur (misalnya bangunan), struktur alam (misalnya pegunungan), atau biosfer secara umum. Ruang lingkup dan penerapan istilah yang berkembang sering dimuati oleh kepentingan politis dari pada teknis. Diawali dengan pemboman udara dengan bahan peledak, teknologi pemusnah masal meluas hingga masuk ke dalam berbagai ranah seperti kimia, biologi, radiologi, atau nuklir.

Lebih spesifik, senjata biologi sendiri adalah senjata yang menggunakan mikroorganisme patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Lebih luas senjata biologi tidak hanya berupa organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu. Dalam penggunaannya, senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.

Sejarah

Istilah senjatan pembunuh massal muncul sejak terjadinya pemboman menggunakan pesawat udara yang terjadi pada tahun 1937 di Guernica, Spanyol. Pada perang internasional, istilah ini sering mengemuka pada perang dingin. Dahulu, senjata pemusnah massal identik dengan senjata nuklir. Dan saat ini, senjata pemusnah massal memiliki jenis yang bermacam, seperti kimia, biologi, radiasi, dll. Bermula oleh serangan 11 September dan pengiriman wabah antraks, Amerika dan Eropa mulai awas terhadap senjata biologi dan akhirnya meletuslah invasi irak pada tahun 2003 dengan alasan pelucutan senjata biologi pemusnah massal. Pada akhirnya memang tidak ditemukan senjata biologi pemusnah massal di irak.

Pada tahun 1972, dibuatlah Konvensi Senjata Biologi yang dtandatangani oleh lebih dari 150 negara. Konvensi ini berisi tentang larangan untuk pengembangann, produksi dan penimbunan racun dan senjata biologi. Alasan pelarangan ini adalah untuk menghindari efek yang dihasilkan senjata biologi, yang dapat membunuh jutaan manusia, dan menghancurkan sektor ekonomi dan sosial. Namun, Konvensi Senjata Biologi hanya melarang pembuatan dan penyimpanan senjata biologi, dan tidak melarang pemakaiannya. Ditambah lagi tidak ada verifikasi formal yang memonitor kepatuhan penggunaan senjata biologi.

Senjata biologi telah diketahui sejak jaman 400 SM, dimana ketika itu pasukan Iran Kuno mengolesi senjata panah mereka dengan kotoran manusia atau hewan. Lawan yang terkena tusukan panah akan mudah sekali infeksi dan akhirnya meninggal. Pada tahun 1754-1760, perang antara bangsa Britania Utara dan bangsa Indian juga melibatkan senjata biologi berupa virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan bangsa tersebut.

Di era modern penggunaan senjata biologi terjadi pada Perang Dunia Pertama. Saat itu Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu. Yang lebih kontroversial lagi, pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan senjata biologi yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata dan menjadikan tawanan dan tahanan china sebagai kelinci percobaan. Diduga + 10.000 tahanan di China mati akibat program tersebut. Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan senjata biologi, namun juga diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Klasifikasi atau pengelompokkan senjata biologi menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) meliputi 2 hal yaitu :

  1. Kategori A

    Penyebarannya dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain, tingkat kematian yang tinggi, berpotensi mempengaruhi kesehatan orang banyak, menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial, dan memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat.
    Contoh kategori A: cacar, antrax, botulisme, dll.

  2. Kategori B

    Penyebarannya bersifat moderat, tingkat kesakitan yang moderat, tingkat kematian yang rendah, tingkat kapasitas diagnostik yang spesifik dan memerlukan peningkatan pengawasan penyakit.

    Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.

  3. Kategori C

    Meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan di masa depan karena karakeristiknya, ketersediaannya, produksi dan penyebarannya yang mudah, dan berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi, serta mampu mempengaruhi kesehatan publik.

    Contoh kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll.

Beberapa patogen yang pernah direncanakan atau sudah dijadikan sebagai senjata pemusnah massal adalah Bacillus anthracis (Antrax), Brucella sp. (Brucellosis), Chlamydia psittaci (Psittacosis), Coxiella burnetii (Demam Q), Escherichia coli, Shigella (Shigellosis), Francisella tularensis (Tularemia), Vibrio cholerae (Kolera), Virus Ebola, Virus Marburg , Virus demam kuning atau yellow fever virus, dll.

Salah satu agen biologi yang menjadi senjata pemusnah massal adalah anthrax. Anthrax adalah organisme berbentuk batang, non-motil dengan ukuran antara 1-5 mikrometer panjangnya. Sekali terpapar udara, akan terbentuk spora. Spora dapat dengan mudah menyebar melalui udara dan menginfeksi yang menghirupnya. Anthrax dapat menyebabkan penyakit ketika kontak dengan kulit yang terkelupas atau luka, inhalasi, atau konsumsi. Ketika brekembangbiak, anthrax melepaskan tiga faktor virulensi: lethal factor, oedem factor dan antiphagocytic factor.

Anthrax kulit berkolonisasi dalam luka terbuka. Penyakit anthrax kulit dimulai dari terbentuknya lesi kecil yang melepuh (vesikel), kemudian berubah menjadi luka kehitaman (eschar). Eschar dapat menyembuh dalam waktu dua-tiga minggu dengan pengobatan. Kematian akibat Anthrax kulit berkisar antara 20-25% pada orang yang tidak mendapat pengobatan. Selain mengenai kulit, anthrax juga menyebabkan kesakitan pada paru.

Protokol Geneva merupakan upaya yang dilakukan komunitas internasional pada tahun 1925 untuk mengendalikan senjata biologi. Namun, perjanjian itu terbukti masih dilanggar oleh beberapa negara. Dan pada tahun 1972, dibentuk kembali konvensi senjata biologi (Biological and Toxin Weapon Convention atau BTWC) yang mempertegas larangan pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan segala jenis senjata biologi. Namun perjanjian tersebut juga masih dilanggar oleh beberapa negara, dan pada tahun 1995, Ad Hoc membentuk protokol inspeksi dan pembuktian di lapangan yang sayangnya tidak didukung penuh oleh seluruh negara penandatangan perjanjian terdahulu, seperti Amerika Serikat. Pada tahun 2008, Konvensi Senjata Biologi (Biological Weapons Convention) membahas tentang peningkatan pemahaman tentang pentingnya pengembangkan keamanan biologi, termasuk dalam laboratorium yang menggunakan patogen maupun toksin berbahaya.

Saat ini, telah dilakukan pembuatan data yang berpotensi menjadi senjata biologi untuk pengendalian dan pengawasan senjata biologi. Selain itu, pengembangan molekul anti-bakteri juga telah dilakukan untuk mengeliminasi patogen namun tidak membahayakan manusia dan hewan.

Referensi :

Anonim. 2010. Senjata Biologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Senjata_biologi (diakses tanggal 1 November 2010)

Anonim. 2010. Senjata pemusnah Massal. http://id.wikipedia.org/wiki/Senjata_pemusnah_massal (diakses tanggal 1 November 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar